Surat Untuk Calon Imamku (nanti)
Dear kamu, calon imamku…
Benarkah itu kamu! Saat ini aku tidak tahu pasti kamu dimana,
dengan siapa dan sedang melakukan apa. Yang aku tahu, suatu saat (nanti) kamu
akan menjadi imam dalam keluarga kecilku, kamu yang secara tidak langsung
sebagai pengganti sosok Ayah dalam kehidupanku (nanti). Kamu pula yang akan
menjadi “pendamping hidupku“
Tahukah kamu betapa tinggi makna dari sebuah kalimat “pendamping hidup”? Adalah teman hidup yang menentramkan jalan,
mengontrol langkah, atau penenang saat pilu datang
Calon imamku…
melalui surat ini, aku ingin mengungkapkan apa yang tidak bisa aku
utarakan dengan kata-kata. Maaf jika surat ini kusampaikan pada kamu yang belum
jelas kepastiannya, yang masih kuterka-terka kehadirannya.
Banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu, tentang kita.
Pertama yang ingin aku ucapkan adalah selamat. Selamat karena
Allah telah memberi amanat kepadamu untuk menjagaku

Wahai Calon Imamku
Tahukah kamu betapa Allah sangat mencintaiku dengan dahsyatnya? Disini aku ditempa untuk menjadi dewasa, agar aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu kelak. Meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi, namun kini kurasakan diri ini lebih baik.
Kadang aku bertanya-tanya, kenapa Allah selalu mengujiku tepat dihatiku. Bagian terapuh diriku, namun aku tahu jawabannya. Allah tahu dimana tempat yang paling tepat agar aku senantiasa kembali mengingat-Nya kembali mencintai-Nya. Ujian demi ujian Insya Allah membuatku menjadi lebih tangguh, sehingga saat (nanti) kita bersama, kau bangga telah memiliki aku dihatimu, menemani harimu.
Tahukah kamu betapa Allah sangat mencintaiku dengan dahsyatnya? Disini aku ditempa untuk menjadi dewasa, agar aku lebih bijak menyikapi sebuah kehidupan dan siap mendampingimu kelak. Meskipun kadang keluh dan putus asa menyergapi, namun kini kurasakan diri ini lebih baik.
Kadang aku bertanya-tanya, kenapa Allah selalu mengujiku tepat dihatiku. Bagian terapuh diriku, namun aku tahu jawabannya. Allah tahu dimana tempat yang paling tepat agar aku senantiasa kembali mengingat-Nya kembali mencintai-Nya. Ujian demi ujian Insya Allah membuatku menjadi lebih tangguh, sehingga saat (nanti) kita bersama, kau bangga telah memiliki aku dihatimu, menemani harimu.
Apa yang kuharapkan darimu adalah kesalihan. Semoga sama halnya
dengan dirimu. Karena apabila kecantikan yang kau harapkan dariku, hanya
kesia-siaan yang didapati.
Aku masih haus akan ilmu. Namun berbekal ilmu yang ada saat ini, aku berharap dapat menjadi isteri yang mendapat keridhaan Allah dan dirimu.
Aku masih haus akan ilmu. Namun berbekal ilmu yang ada saat ini, aku berharap dapat menjadi isteri yang mendapat keridhaan Allah dan dirimu.
Calon Imamku…
sungguh aku tidak bermaksud untuk memintamu hanya sekedar menjadi
imam atau menjadi tulang punggung keluarga. Kalau niatku hidup denganmu hanya
untuk itu, kurasa ada yang salah denganku. Karena aku tak perlu repot-repot
hidup denganmu jika aku hanya menginginkan kekayaan. Namun tahukah engkau? aku
membutuhkanmu sebagai pengarahku untuk menyeberangi dunia ini, dan akhirat
(nanti). Karena perwakilan yang Allah kirim melalui kedua orangtuaku, kini
berpindah di tanganmu. Bahkan kau adalah kelak satu-satunya jalan yang dapat
membukakan pintu surga untukku, istrimu.
Hai Calon Imamku…
tak perlu takut ketika kau berada dalam kesusahan (nanti). Aku tak
akan pernah sekalipun meninggalkanmu, asalkan kau juga tak pergi
meninggalkanku. Mungkin kau menerka, apakah seandainya kau terjatuh suatu hari
nanti, aku akan menuntutmu dan pergi begitu saja? kau salah! aku bukan wanita
seperti itu yang dengan tega membiarkan lelakiku berjuang sendiri.
Wahai Calon Imamku…
Saat aku masih menjadi asuhan ayah dan bundaku, tak lain doaku agar menjadi anak yang solehah, agar kelak dapat menjadi tabungan keduanya di akhirat. Namun (nanti), setelah menjadi isterimu, aku berharap menjadi pendamping yang solehah agar kelak disyurga cukup aku yang menjadi bidadarimu, mendampingi dirimu yang soleh.
Aku ini pencemburu berat. Tapi kalau Allah dan Rasulullah lebih kau cintai daripada aku, aku rela. Aku harap begitu pula dirimu.
Saat aku masih menjadi asuhan ayah dan bundaku, tak lain doaku agar menjadi anak yang solehah, agar kelak dapat menjadi tabungan keduanya di akhirat. Namun (nanti), setelah menjadi isterimu, aku berharap menjadi pendamping yang solehah agar kelak disyurga cukup aku yang menjadi bidadarimu, mendampingi dirimu yang soleh.
Aku ini pencemburu berat. Tapi kalau Allah dan Rasulullah lebih kau cintai daripada aku, aku rela. Aku harap begitu pula dirimu.
Calon Imamku..
Ketika (nanti) telah lahir buah cinta dari pernikahan kita, bantu
aku untuk bersama mendidiknya dengan harta yang halal, dengan ilmu yang
bermanfaat, terutama dengan menanamkan pada diri mereka ketaatan kepada Allah
SWT.
Bunga akan indah pada waktunya. Yaitu ketika bermekaran menghiasi taman. Maka kini tengah kupersiapkan diri ini sebaik-baiknya, bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku.
Kini aku sedang belajar menjadi yang terbaik. Meski bukan umat yang terbaik, tapi setidaknya menjadi yang terbaik disisimu (nanti).
Bunga akan indah pada waktunya. Yaitu ketika bermekaran menghiasi taman. Maka kini tengah kupersiapkan diri ini sebaik-baiknya, bersiap menyambut kehadiranmu dalam kehidupanku.
Kini aku sedang belajar menjadi yang terbaik. Meski bukan umat yang terbaik, tapi setidaknya menjadi yang terbaik disisimu (nanti).
Calon Imamku…
Inilah sekilas harapan yang kuukirkan dalam rangkaian kata. Seperti kata orang, tidak semua yang dirasakan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Itulah yang kini kuhadapi. Kelak saat kita tengah bersama, maka disitulah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan diriku yang akan belajar memahami dirimu.
Inilah sekilas harapan yang kuukirkan dalam rangkaian kata. Seperti kata orang, tidak semua yang dirasakan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Itulah yang kini kuhadapi. Kelak saat kita tengah bersama, maka disitulah kau akan memahami diriku, sama halnya dengan diriku yang akan belajar memahami dirimu.
Kukira kamarku bocor, rupanya air mataku yang tanpa kusadari
mengalir dan menetes disela jari-jari yang sedang asik mengetik.
Bukan, ini bukan air mata kesedihan. Ini adalah air mata
kebahagiaan, kamu tahu wahai calon imamku mengapa aku meneteskan air mata! saat
jemariku menari diatas keyboard aku membayangkan ketika (nanti) Allah meridhoi
dan menyatukan kita menjadi pasangan yang halal, aku membayangkan bagaimana
(nanti) kita mencari pahala bersama dan aku membayangkan bagaimana setiap apa
yang kita lakukan bersama (nanti) akan bernilai pahala. Keindahan itu yang
membuat air mataku mengalir.
Calon Imamku juga Calon Suamiku…
Hidup ini indah bila engkau selalu hadir di sisiku setiap waktu,
hingga aku hembuskan nafas yg terakhir
Yang
selalu mencintaimu
Calon Isterimu
0 komentar:
Posting Komentar